Perintah Allah yang Kekal


Mengapa dua simbol pemeliharaan dan pembebasan Ilahi ini sekarang ditiadakan dari tabut dan hanya Sepuluh Hukum yang dipertahankan? Terbukti karena, terlepas dari perhatian-Nya apakah bangsa Israel mengingat berkat masa lalu, Allah ingin mengurangi godaan mereka untuk menyembah instrumen pembebasan ini lebih daripada Pembebas itu sendiri. Atau mungkin dengan dihapuskannya hal itu, umat itu akan lebih intens memusatkan perhatian kepada sepuluh hukum yang menyediakan janji yang meliputi apa yang dilambangkan oleh roti manna dan tongkat, dan di samping itu menguraikan secara spesifik ketaatan yang diperlukan.

Dalam kedua kasus, baik pemuliaan yang nyata terhadap hukum ini bahkan terhadap kedua pengingat yang menggemparkan atas keajaiban keluaran mereka adalah bukti kuat atas keabadian dan kebutuhan kita untuk dengan bijaksana menghormati perintahnya yang suci.

Kita adalah bait suci Allah yang hidup. Hati kita adalah tempat tinggal-Nya.

Di sana, ditulis dengan pena Roh Kudus, diukir hukum moral. Itu bukan hanya sekadar pengingat akan kasih-Nya dan pembebasan kita dari perbudakan dosa masa lalu, tetapi ia juga berbicara kepada kita, karena tidak ada suara lain, yang menyatakan karakter dan kehendak -Nya.

Mengetahui kehendak-Nya tidak sama dengan melakukan kehendak-Nya. Memiliki hukum yang termaksud di dalam bati kita berarti kita tidak hanya setuju terhadap otoritasnya, tetapi juga bahwa kita menyerahkan kehendak kita kepada petunjuknya yang suci

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan