Daud Menjadi Raja dari Kerajaan yang Bersatu


“lalu makin lama makin besarlah kuasa Daud, sebab TUHAN semesta alam menyertainya” (1 Tawarikh 11:9).

Daud adalah seorang buronan, memimpin gerombolan 400 hingga 600 pemberontak yang menjadi pelarian karena memiliki utang yang tak sanggup mereka bayar atau orang-orang yang marah dan kecewa karena satu dan lain hal. Dan selama waktu itu ia dan gerombolannya yang selalu membuat onar itu terus diburu seperti binatang oleh tentara kerajaan Saul.

Setelah meninggalnya Raja Saul, Daud, yang jauh hari sebelumnya telah diurapi secara diam-diam oleh Samuel, menyatakan dirinya sebagai raja di Hebron. Selama tujuh tahun ia memerintah Yehuda dari kota itu. sementara Isyboset ("orang yang memalukan") yang berusia 40 tahun, satu-satunya anak Saul yang masih hidup, menjadi lawannya dan memerintah Israel. Pada suatu saat setelah kematian Isyboset di tangan Rekhab dan Baana, para pejabat dari pemerintahan Saul yang telah tak berfungsi itu mengunjungi Daud di Hebron, Meskipun sedikit sekali rincian yang tersedia tentang ini, pertemuan itu menghasilkan sebuah perjanjian antara Daud dengan mereka. Dan sebagai puncaknya, mereka mengurapi Daud (pengurapan Daud yang ketiga kalinya) sebagai penguasa atas Yehuda dan Israel—sebuah kerajaan yang bersatu.

Dalam sebuah langkah diplomatik yang jenius Daud memutuskan untuk memindahkan ibukota ke Yerusalem, sebuah kota yang dihuni oleh orang-orang Yebusi dan merupakan daerah netral bagi Israel maupun Yehuda, meskipun hal ini bukan merupakan berkat bagi penduduk di sana! Setelah menaklukkan Zion dan daerah sekitarnya, kejayaan Daud semakin bertambah kuat karena “TUHAN semesta alam menyertainya."

Agak mengagetkan saat membaca bahwa Daud “makin lama makin besar.” Pertama, ia lahir di keluarga Isai dan tidak diperhitungkan. Kedua, ia adalah seorang pembelot dan orang paling dicari oleh penguasa sebelumnya. Ketiga, ia hanya memimpin 600 orang pria dan belakangan hanya segelintir orang Israel. Keempat, ia telah menaklukkan diri kepada penguasa lain, seperti Akhis, raja Filistin di Gat.

Tapi bahkan lebih mengagetkan lagi membaca bahwa “TUHAN... menyertai" Daud, raja baru Yehuda dan Israel. Allah tidak pernah menghendaki umat-Nya hidup dalam sebuah kerajaan Bahkan Allah menganggap permintaan mereka akan seorang raja sebagai tamparan di wajah-Nya. Meskipun Allah kecewa terhadap perkembangan situasi ini, la dengan murah hati menyesuaikan diri-Nya pada kondisi yang disebabkan oleh kehausan umat-Nya untuk menjadi sama dengan dunia, dan “menyertai" Daud—meskipun seorang raja Israel adalah sesuatu yang dalam istilah kita "di luar kehendak Allah"

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan