PERUMPAMAAN 5
INTI AGAMA YANG BENAR
"Dan la akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyah-lah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum;... Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian;... Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku" (Matius 25:41-45).
Dalam konteks keseluruhan perumpamaan domba dan kambing, adalah orang-orang Farisi dan yang seperti mereka ternyata hilang karena mereka tidak mengerti agama yang benar. Mereka memiliki bentuk luar dari ajaran, gaya hidup, dan tata cara keagamaan, tetapi semua itu tidak masuk ke dalam hati mereka dan membuat mereka mampu lebih mengasihi orang lain. Doktrin, gaya hidup, dan tata cara keagamaan bukanlah suatu yang akhir, tetapi suatu jalan untuk mengalami hati yang sudah berubah lalu mengantar kepada suatu kehidupan lebih mengasihi dan mempedulikan. Tanpa hasil akhir yang demikian, hal-hal yang disebut religius, yang orang-orang gerejani anggap penting, sama sekali tidak bernilai. Dan mereka yang berpusat pada kegiatan-kegiatan “keagamaan” yang salah akan hilang menurut Yesus.
Ellen White menyimpulkan ajaran-ajaran Yesus dengan baik. Memberi komentar tentang perumpamaan domba dan kambing, dia menulis bahwa Yesus “menggambarkan kepada murid-murid-Nya tentang peristiwa hari pehukuman yang besar itu. Ia menyatakan bahwa keputusan akan diambil atas satu hal. Bila bangsa-bangsa berhimpun di hadapan-Nya, akan terdapat hanya dua golongan, dan nasib mereka akan ditentukan oleh apa yang telah mereka lakukan atau pun yang telah mereka lalaikan untuk berbuat bagi-Nya dalam menolong orang miskin dan yang menderita” (Alfa dan Omega, jld. 6, hlm. 274).
Intinya, keselamatan bukan melalui pekerjaan, tetapi respons hati terhadap kasih Allah-kasih yang ada di dalam batin yang meneruskan kepada orang-orang lain pahala-pahala-Nya kepada kita. Pelajaran penting perumpamaan itu adalah, perbuatan itu artinya sederhana dan tidak masuk hitungan.
Masuknya kasih Allah ke dalam batin kita tanpa paksaan atau kesengajaan dan diungkapkan di dalam hidup sehari-hari, itulah kualifikasi yang perlu untuk kerajaan surga. Orang-orang demikian sudah mulai menjalani prinsip hamba dan kebesaran yang berkali-kali muncul dalam ajaran Yesus. Mereka itu aman untuk diselamatkan kekekalan, karena prinsip kasih, prinsip kerajaan sudah menjadi bagian karakternya. Hasilnya ialah, mereka berkembang melalui kasih karunia dengan “hidup keagamaan yang lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.” Dengan demikian mereka sudah siap untuk “masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:20).
Bapa, bantulah aku menjadi salah satu dari orang-orang itu.