YESUS: WARAS ATAU GILA

“Kemudian Yesus masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makanpun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi” (Markus 3:19-21).

Keadaan tentu sudah sangat buruk apabila keluarga sendiri mengira Anda gila. Bagaimana sih, kita mungkin bertanya-tanya, sampai keluarga Yesus bisa mencapai kesimpulan seperti itu?

Jika kita memikirkannya dengan saksama, alasan-alasan penyebab pemikiran seperti itu tidaklah terlalu sulit untuk ditemukan. Misalnya, pertama, Yesus meninggalkan satu bisnis pertukangan kayu yang makmur di Nazaret. Untuk apa? Untuk menjadi guru keliling tanpa adanya dukungan nafkah yang nyata?

Kedua, secara politis, Yesus tidaklah berkesan terlalu tajam. Sesungguhnya, jelas-jelas Dia sedang menuju kepada pertentangan seru dengan para pemimpin agama maupun sekular bangsa itu. Dan rupanya, Dia sama sekali tidak peduli.

Ketiga, Yesus telah membentuk sendiri masyarakat religius kecil-Nya-aneh lagi: Mereka para nelayan, pemungut cukai yang bertobat, nasionalis fanatik—kaum urakan. Mereka itu bukan golongan orang-orang yang kita pilih di sekitar kita jika ingin membuat kesan mengejutkan bagi masyarakat.

Keluarga hanya dapat menyimpulkan bahwa Yesus, walau memiliki sifat-sifat baik, sudah kehilangan pegangan pada realita. Di luar itu, gaya-Nya bertindak bukan saja membahayakan diri-Nya, tetapi kemungkinan akhirnya seluruh keluarga-Nya akan berisiko. Maka mereka berusaha menjaga-Nya supaya mereka dapat menghindarkan Dia dari masalah. Dari sudut pandang Yesus, kita hanya dapat bertanya-tanya apakah pengalaman ini yang membuat-Nya berkata bahwa “musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (Mat. 10:36).

Apakah arti episode ini bagi kita? Banyak, dalam berbagai cara. Gila adalah vonis sekular dan bahkan dunia religius terhadap mereka semua yang secara antusias memberikan seluruh kehidupan mereka kepada upaya atau gerakan religius atau filantropis. J.D. Jones menuliskan, “Dunia menghormati orang yang demi kemasyhuran mempertaruhkan nyawanya dalam pertempuran; tetapi jika seseorang mengambil risiko kehilangan nyawa demi jiwa-jiwa untuk siapa Kristus mati, dunia menganggapnya bodoh.” Dan Halford Lucock menambahkan, “‘Dia gila’ selalu menjadi penghargaan utama di dalam sejarah Kristen bagi mereka yang melayani, bukan dua tuan, tetapi Satu. Paulus memperoleh dekorasi pelayanan yang terhormat itu. Festus berseru, ‘Engkau gila, Paulus!’ (Kisah 26:24).”

Bagaimana dengan saya?

Apakah saya gila atau hanya seorang anggota gereja yang normal dan biasa-biasa saja dari dulu?

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan