PARADOKS MESIAS YANG DISALIBKAN
"Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: ‘Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!’ Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: ‘Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.’ Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga” (Matius 27:39-44).
Bagaimanakah reaksi Anda terhadap orang-orang yang hampir mati, rela untuk menyelamatkan? Andaikan saya, maka saya akan turun dari salib dan memberikan kepada mereka apa yang mereka minta. Saya akan secara terbuka mempertunjukkan siapa sebenarnya saya. Mereka akan menyesal karena mereka pernah mengejek saya. Tentu saya dapat menghancurkan mereka semua dengan kekuatan yang terbatas. Mungkin dengan api yang menyala kecil dan pelan saja, maka akan lebih saya sukai. Tidak lama kemudian mereka akan meminta ampun sambil membungkuk.
Kita bersyukur bahwa Yesus tidaklah seperti saya. Tetapi kenyataan yang menarik dari situasi ini bahwa Yesus adalah satu-satunya pribadi yang di salib sepanjang sejarah yang bisa saja turun dari kayu salib-Nya. Dia bisa saja menggunakan kuasa Ilahi-Nya untuk meloloskan diri. Tetapi Dia “yang tidak mengenal dosa” memilih untuk tetap tersalib dan mati menggantikan kita, untuk menjadi berdosa... supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor. 5:21). “Aku memberikan nyawa-Ku,” kita baca dalam Injil Yohanes. “Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh. 10:17, 18). Yesus memiliki pilihan. Dan Dia memutuskan untuk melakukan kehendak Allah dan bukan kehendak-Nya sendiri, Dia memilih untuk tetap tergantung di kayu salib.
Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa para pemimpin Yahudi benar ketika mereka berteriak, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan.” Kenyataan peristiwa ini adalah jika Yesus akan menyelamatkan orang, Dia tidak meninggalkan kayu salib. Bagi Yesus itu kemungkinan fisik, tetapi bukan kemungkinan moral atau spiritual. Melarikan diri dari kayu salib berarti menolak peran-Nya sebagai Anak Domba Allah yang harus mati untuk dosa-dosa dunia (Yoh. 1:29).
Itulah paradoks dari semua paradoks-sang Mesias yang tersalib, Juruselamat yang sekarat.
Di zaman sekarang kita dapat mengucap syukur kepada Allah bahwa Yesus tergantung di salib merupakan akhir yang pahit. Karena pengorbanan di Kalvari itulah, maka kita dapat berbagi Firdaus dengan-Nya sampai selamanya.