Bekerja Sama
“Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu” (Keluaran 35:21).
Salah satu pelajaran utama yang Allah ajarkan melalui pembangunan bait suci adalah kerja sama. “Dalam persiapan tempat kudus dan dalam melengkapinya, seluruh bangsa itu harus bekerjasama. Ada pekerjaan otak dan tangan. Banyak macam bahan diperlukan, dan semua orang diundang untuk menyumbang menurut kerelaan hatinya” (Membina Pendidikan Sejati, hlm. 32,33).
Pekerjaan Tuhan, dan yang lebih penting, keselamatan jiwa kita, menuntut semangat kerja sama. Kerja sama adalah pelajaran yang dimulai di rumah. Itu harus diajarkan kepada anak-anak kita dengan instruksi yang rajin dan dipraktikkan kepada mereka melalui teladan orang dewasa. Kurangnya kerja sama di gereja kita merupakan hasil dari kurangnya kerja sama di rumah kita.
Sikap mementingkan dirilah penyebabnya. Ingin melakukannya dengan cara kita sendiri; berharap kepada kegagalan orang lain supaya kita terlihat baik atau penting; mengharapkan bencana kepada usaha-usaha yang tidak direncanakan sesuai dengan masukan atau persetujuuan kita—gambaran sikap ini di bawa ke dalam hubungan gereja berasal dari lingkaran keluarga. Mustahil kita bernyanyi, “Betapa teguh, persatuannya” pada hari Sabat pagi dan benar-benar bermaksud demikian sementara seseorang memanjakan sikap mementingkan diri selama minggu itu.
Peran seluruh bangsa Israel dalam membawa persembahan untuk pembangunan bait kudus dan ahli bangunan dari berbagai keterampilan dan dari suku yang berbeda untuk pembangunan bait suci itu, mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki bagian untuk diperankan dalam pekerjaan Tuhan. Kita semua memiliki persembahan yang berbeda-beda; talenta dan ide-ide seharusnya saling melengkapi (bukan mempersalahkan) satu sama lain, dan penting untuk menghormati karunia dan pendapat orang lain sebagaimana kepada karunia dan pendapat kita.
Paulus mengatakan, “berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama” (1 Kor. 12:31). Dengan melakukan ini, ia mendesak untuk memperoleh dan mengembangkan kecakapan rohani, bukan iri terhadap talenta orang lain atau persaingan tidak sehat dan kesombongan pribadi.
Setan berusaha untuk merusak kesetiaan kita dan mengalihkan visi yang sehat akan realitas dan hubungan. Tetapi kerja sama Trinitas, yang memberkati tiga penempaan penciptaan kita dan membawa kita kepada penebusan, berdiri sebagai contoh juga sebagai pemberdayaan sikap dan tindakan kita.
Salah satu pelajaran utama yang Allah ajarkan melalui pembangunan bait suci adalah kerja sama. “Dalam persiapan tempat kudus dan dalam melengkapinya, seluruh bangsa itu harus bekerjasama. Ada pekerjaan otak dan tangan. Banyak macam bahan diperlukan, dan semua orang diundang untuk menyumbang menurut kerelaan hatinya” (Membina Pendidikan Sejati, hlm. 32,33).
Pekerjaan Tuhan, dan yang lebih penting, keselamatan jiwa kita, menuntut semangat kerja sama. Kerja sama adalah pelajaran yang dimulai di rumah. Itu harus diajarkan kepada anak-anak kita dengan instruksi yang rajin dan dipraktikkan kepada mereka melalui teladan orang dewasa. Kurangnya kerja sama di gereja kita merupakan hasil dari kurangnya kerja sama di rumah kita.
Sikap mementingkan dirilah penyebabnya. Ingin melakukannya dengan cara kita sendiri; berharap kepada kegagalan orang lain supaya kita terlihat baik atau penting; mengharapkan bencana kepada usaha-usaha yang tidak direncanakan sesuai dengan masukan atau persetujuuan kita—gambaran sikap ini di bawa ke dalam hubungan gereja berasal dari lingkaran keluarga. Mustahil kita bernyanyi, “Betapa teguh, persatuannya” pada hari Sabat pagi dan benar-benar bermaksud demikian sementara seseorang memanjakan sikap mementingkan diri selama minggu itu.
Peran seluruh bangsa Israel dalam membawa persembahan untuk pembangunan bait kudus dan ahli bangunan dari berbagai keterampilan dan dari suku yang berbeda untuk pembangunan bait suci itu, mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki bagian untuk diperankan dalam pekerjaan Tuhan. Kita semua memiliki persembahan yang berbeda-beda; talenta dan ide-ide seharusnya saling melengkapi (bukan mempersalahkan) satu sama lain, dan penting untuk menghormati karunia dan pendapat orang lain sebagaimana kepada karunia dan pendapat kita.
Paulus mengatakan, “berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama” (1 Kor. 12:31). Dengan melakukan ini, ia mendesak untuk memperoleh dan mengembangkan kecakapan rohani, bukan iri terhadap talenta orang lain atau persaingan tidak sehat dan kesombongan pribadi.
Setan berusaha untuk merusak kesetiaan kita dan mengalihkan visi yang sehat akan realitas dan hubungan. Tetapi kerja sama Trinitas, yang memberkati tiga penempaan penciptaan kita dan membawa kita kepada penebusan, berdiri sebagai contoh juga sebagai pemberdayaan sikap dan tindakan kita.