KONFRONTASI PADA HARI SABAT
“Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: ‘Mari, berdirilah di tengah!’Kemudian kata-Nya kepada mereka: ‘Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?’ Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu” (Markus 3:1-5).
Dengan cepat menyusul konfrontasi di ladang gandum pada Matius 12:1-8, pertentangan kedua mengenai hari Sabat di dalam ayat 9-13 (juga di Mrk. 3:1-5). Yang menarik tentang hal ini adalah bahwa Yesus bisa dengan mudah mencegahnya tetapi Dia pilih untuk tidak melakukannya.
Adegan itu sendiri mempunyai tiga tokoh utama: Yesus, seorang yang sebelah tangannya lumpuh, dan mereka “yang memerhatikan Yesus” untuk melihat apakah Dia akan melakukan sesuatu yang mereka anggap salah.
Dengan jelas melihat mereka yang akan menjadi penuduh-Nya, Yesus tidak menyimpang dari masalah itu. Rumah-rumah ibadat menyediakan tempat duduk paling depan bagi orang-orang terkemuka. Nah, Yesus mengetahui bahwa orang-orang Farisi tidak menentang perawatan medis pada hari Sabat, selama itu masalah antara hidup dan mati bagi si pasien. Tetapi laki-laki ; dengan sebelah tangan lumpuh itu jelas tidak termasuk dalam kategori demikian. Sudah beberapa waktu dia menyandang penderitaan itu, dan penyembuhannya boleh saja menunggu satu atau dua hari.
Tetapi bagi Yesus, ini adalah kasus ujian. Dia memanggil laki-laki itu ke depan di mana semua orang dapat melihatnya dan bertanya kepada orang-orang Farisi apakah diperkenankan hukum untuk berbuat baik atau jahat pada hari Sabat. Hal itu menghadapkan mereka sebuah dilema. Tak seorang pun dapat menjawab bahwa diperkenankan untuk berbuat jahat. Dengan demikian mereka tidak punya pilihan bahwa adalah menurut hukum bila berbuat baik. Dan bukankah menyembuhkan seseorang adalah perbuatan baik?
Pertanyaan pertama itu membuat orang-orang Farisi kesulitan, dan sudah jelas mengapa Yesus menanyakannya. Tetapi, pertanyaan kedua membuat kita bingung: “Apakah mengikuti hukum... untuk menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Siapakah yang membunuh seseorang? Yesus sekali lagi menunjukkan bahwa Dia mengerti hati manusia (Yoh. 2:25). Tepat pada saat itulah orang-orang mulai berencana membunuh Yesus karena Dia tidak setuju dengan pengertian mereka mengenai hukum (Mat. 12:14).
Dari pertentangan ini bukan saja mengalir kebencian di dalam diri mereka yang gagal mengerti prinsip-prinsip hukum dan yang memerhatikan adanya kesalahan-kesalahan, tetapi juga prinsip-prinsip penting yang berhubungan dengan hari Sabat bagi para pengikut Yesus.
0 komentar :
Post a Comment