Mengalahkan Warisan Adam yang Mematikan
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku"(Mazmur 51:7).
Seberapa burukkah kerusakan kerohanian manusia yang disebabkan oleh dosa Adam? Sifat kerohanian kita benar-benar jahat, kerusakan yang mengerikan, dan di sisi ini Kedatangan Kedua kali tidak bisa dibatalkan. Hanya ketika Tuhan kita kembali dan “yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa” dan “yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Kor. 15:54) maka manusia akan dikembalikan ke dalam kemurnian moral ketika kita diciptakan. Ini akan menjadi takdir bagi orang yang diselamatkan saja—untuk orang jahat, tidak ada perubahan. Keadaan tidak bersalah tidak akan pernah menjadi milik mereka.
Harap dicatat, bagaimana pun, meski proses pertobatan tidak membuat kita kembali kepada kualitas kemurnian yang hilang dari kita di Eden. Benar, proses itu menempatkan Yesus di ruang takhta hati kita dan mengendalikan sifat kita yang berdosa sehingga tidak lagi memperbudak kita (Rm. 6:12), tetapi alasan kita harus mati setiap hari adalah dari sifat lama kita, warisan mematikan Adam, selama 6.000 tahun meracuni keberadaan manusia—meskipun ditundukkan oleh kasih karunia, sifat itu selalu ada dan menuntut untuk berkuasa.
Sehubungan dengan keadaan ini Ellen White memberi komentar, ketika berbicara mengenai Rasul Paulus: “Bahwa dia bukan berlari tanpa tujuan atau secara serampangan dalam perlombaan orang Kristen, Paulus menundukkan dirinya dalam latihan yang keras. Kata-kata itu berbunyi: ‘Aku melatih tubuhku,' arti yang sesungguhnya ialah mengalahkan hawa nafsu, keinginan hati bahkan disiplin yang kuat” (Alfa dan Omega, jld. 7, hlm. 264). Dan: “Paulus selalu memperhatikan agar jangan sampai kecenderungan berbuat jahat mendapatkan tempat lebih baik dari dia. Dia menjaga dengan baik selera dan nafsu dan kecenderungan untuk berbuat jahat” (The Seventh-day Adventist Bible Commentary, Ellen G. White Comments, jld. 6, hlm. 1089). Begitu dalamnya kesesatan kita, begitu radikal efek dari kejatuhan itu sehingga, tidak peduli seberapa tulus penyerahan kita, kita tetap “positif berdosa” selama kita hidup.
Kemenangan yang menjadi milik kita “bertumbuh dalam kasih karunia” adalah keajaiban terbesar dalam hidup. Roh Allah melalui Firman Allah, yang dapat memberikan kita kemenangan atas kecenderungan kita yang jahat (diwariskan dan dikembangkan), adalah bukti utama dari kuasa penebusan Allah.
Betapa meyakinkan, mengingat hari ini bahwa meskipun saya mungkin sangat tergoda, ada tinggal bersama saya dan di dalam diri saya kekuatan yang “menjaga saya agar tidak jatuh” dan memberikan kepada saya kesuksesan dan kepuasan rohani yang berkesinambungan.
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku"(Mazmur 51:7).
Seberapa burukkah kerusakan kerohanian manusia yang disebabkan oleh dosa Adam? Sifat kerohanian kita benar-benar jahat, kerusakan yang mengerikan, dan di sisi ini Kedatangan Kedua kali tidak bisa dibatalkan. Hanya ketika Tuhan kita kembali dan “yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa” dan “yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Kor. 15:54) maka manusia akan dikembalikan ke dalam kemurnian moral ketika kita diciptakan. Ini akan menjadi takdir bagi orang yang diselamatkan saja—untuk orang jahat, tidak ada perubahan. Keadaan tidak bersalah tidak akan pernah menjadi milik mereka.
Harap dicatat, bagaimana pun, meski proses pertobatan tidak membuat kita kembali kepada kualitas kemurnian yang hilang dari kita di Eden. Benar, proses itu menempatkan Yesus di ruang takhta hati kita dan mengendalikan sifat kita yang berdosa sehingga tidak lagi memperbudak kita (Rm. 6:12), tetapi alasan kita harus mati setiap hari adalah dari sifat lama kita, warisan mematikan Adam, selama 6.000 tahun meracuni keberadaan manusia—meskipun ditundukkan oleh kasih karunia, sifat itu selalu ada dan menuntut untuk berkuasa.
Sehubungan dengan keadaan ini Ellen White memberi komentar, ketika berbicara mengenai Rasul Paulus: “Bahwa dia bukan berlari tanpa tujuan atau secara serampangan dalam perlombaan orang Kristen, Paulus menundukkan dirinya dalam latihan yang keras. Kata-kata itu berbunyi: ‘Aku melatih tubuhku,' arti yang sesungguhnya ialah mengalahkan hawa nafsu, keinginan hati bahkan disiplin yang kuat” (Alfa dan Omega, jld. 7, hlm. 264). Dan: “Paulus selalu memperhatikan agar jangan sampai kecenderungan berbuat jahat mendapatkan tempat lebih baik dari dia. Dia menjaga dengan baik selera dan nafsu dan kecenderungan untuk berbuat jahat” (The Seventh-day Adventist Bible Commentary, Ellen G. White Comments, jld. 6, hlm. 1089). Begitu dalamnya kesesatan kita, begitu radikal efek dari kejatuhan itu sehingga, tidak peduli seberapa tulus penyerahan kita, kita tetap “positif berdosa” selama kita hidup.
Kemenangan yang menjadi milik kita “bertumbuh dalam kasih karunia” adalah keajaiban terbesar dalam hidup. Roh Allah melalui Firman Allah, yang dapat memberikan kita kemenangan atas kecenderungan kita yang jahat (diwariskan dan dikembangkan), adalah bukti utama dari kuasa penebusan Allah.
Betapa meyakinkan, mengingat hari ini bahwa meskipun saya mungkin sangat tergoda, ada tinggal bersama saya dan di dalam diri saya kekuatan yang “menjaga saya agar tidak jatuh” dan memberikan kepada saya kesuksesan dan kepuasan rohani yang berkesinambungan.