Rencana Sang Nabi

“Lalu berkatalah Natan kepada Batsyeba, ibu Salomo: ‘Tidakkah engkau mendengar, bahwa Adonia anak Hagit, telah menjadi raja, sedang tuan kita Daud tidak mengetahuinya? Karena itu, baiklah kuberi nasihat kepadamu, supaya engkau dapat menyelamatkan nyawamu dan nyawa anakmu Salomo'” (1 Raja-raja 1:11, 12).

Daud berusia 70 tahun dan lemah. Anak tertuanya, setelah kematian Absalom, adalah Adonia. Tidak seperti saudara tirinya, Adonia bukan pemberontak. Ia hanya berharap dapat naik takhta setelah ayahnya meninggal, Ia tidak memproklamasikan diri sebagai raja, hanya dengan bangga berkata kepada para pendukungnya, "Aku ini mau menjadi raja” (1 Raj. 1:5).

Natan, nabi penasihat Daud, berniat mengubah keadaan, Ia bercerita kepada Batsyeba tentang perilaku Adonia, dengan bumbu di sana-sini yang tak pasti kebenarannya, Ia mendesak Batsyeba untuk memberitahu Daud tentang apa yang sedang dilakukan oleh Adonia. Bahkan Natan mengajari kata-kata apa yang harus disampaikannya kepada Daud untuk membangkitkan amarah raja tua itu. Batsyeba juga disuruh mengingatkan raja yang sudah lemah itu akan janjinya untuk mendudukkan Salomo di takhta kerajaan—hal yang meragukan karena janji tersebut tak tercatat di dalam Alkitab.

Ketika Batsyeba datang ke hadapan Daud, Natan pun muncul untuk mendukung ceritanya, Ia memilih kata-katanya dengan hati-hati, membuat seolah-olah Adonia telah menyatakan diri sebagai raja, seperti yang dilakukan oleh Absalom. Natan menambahkan bahwa orang banyak telah bersumpah setia kepada Adonia dengan mengatakan, "Hidup raja Adonia’ (ay. 25). Ia membingkai kata-katanya sedemikian rupa seolah-olah Daud telah merestui tindakan anaknya itu.

Sebagai akibat dari tuduhan Batsyeba dan Natan, Daud mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk mengumpulkan para pendukungnya dan menobatkan Salomo sebagai raja pada hari itu juga—bahkan di saat itu juga. Zadok, sang imam, dan Natan, sang nabi, melakukan pengurapan Salomo sebagai raja dan mengumumkan, "Hidup Raja Salomo” (ay. 34). Dan ketika Adonia dan pendukungnya mendengar tentang perayaan di Yerusalem itu, kegembiraan mereka pun langsung menguap.

Banyak yang mengritik sikap Natan yang terlalu mencampuri urusan negara. Jabatan nabi dan politik, menurut mereka, tak bisa dicampuradukkan. Mungkin mereka lupa bahwa sepanjang sejarah kerajaan Israel, Allah memiliki juru bicara yang selalu terlibat dalam urusan politik. Mereka menegur raja-raja yang tidak adil, dan berpihak kepada mereka yang tertindas secara politis. Sikap mereka adalah, jika boleh dikatakan, semacam sebuah Pekabaran Injil sosial! Allah memperhatikan kaum yang tersingkirkan.

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan