CIUMAN YANG MENYESATKAN
“Waktu Yesus masih berbicara datanglah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: ‘Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.’ Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata: ‘Salam Rabi,’ lalu mencium Dia” (Matius 26:47-49).
Mengapa ciuman itu? Apakah bagi para pemimpin Yahudi dan polisi Bait Allah benar-benar perlu Yesus ditunjukkan kepada mereka?
Luar biasa sekali jika polisi Bait Allah dan yang lainnya di antara orang banyak, tidak dapat mengenali orang yang hanya beberapa hari sebelumnya telah membersihkan Bait Allah dan mengusir para penukar uang. Dan bagaimana mereka tidak mengenal melalui pandangan seseorang yang acap-kali mengajar di halaman Bait Allah?
Hal terakhir yang mereka perlukan adalah pengenalan kepada Yesus. Mereka sudah terlalu mengetahui siapa Dia dan bagaimana rupa-Nya. Apa yang mereka perlukan bukan identifikasi, tetapi tempat yang sesuai dan aman untuk menahan Yesus, mengingat massa orang di Yerusalem untuk Paskah dan popularitas Yesus. Itulah yang disediakan Yudas bagi mereka.
Kemudian mengapa ciuman itu? Ayatnya sendiri dapat memberi petunjuk alasan itu melalui kata Yunani yang diterjemahkan sebagai “cium.” Dalam ayat 48, Yudas menggunakan philed, kata yang lazim untuk cium, sebagai suatu tanda yang akan dia gunakan untuk menunjukkan Yesus. Tetapi ciuman sesungguhnya, seperti dinyatakan di ayat 49, adalah kataphileo, yang dijelaskan William Barclay, “adalah kata untuk ciuman kekasih, dan yang berarti mencium berulang kali, dengan birahi, dengan bergairah.”
Mengapa perubahan kata itu? Karena tanda ciuman itu terutama bukan untuk mengidentifikasi. Andai itulah alasan satu-satunya, ciuman itu hanya sekadar suatu indikasi kemunafikan.
Tetapi rupanya ada sesuatu yang lebih mendalam di hati Yudas yang sudah terpelintir. Ciumannya seperti ciuman seorang murid yang sungguh-sungguh mengasihi gurunya. Rupanya Yudas mengharapkan kejadian itu akan merangsang Yesus untuk memperlihatkan kuasa dan wibawa Keallahan-Nya.
Tetapi tidak terjadi seperti yang dia harapkan. Dan Yudas yang kecewa itu menghilang dari kisah ini sampai dia bunuh diri. Rupanya dia bahkan tidak bisa ditemukan sebagai saksi terhadap Yesus selama pengadilan-Nya. Yudas mencoba memaksa Yesus untuk menggunakan taktiknya. Tetapi hasil yang dia peroleh hanyalah kekecewaan saja.
Betapa pentingnya kita masing-masing berusaha melaksanakan pekerjaan Allah dengan cara-Nya, dan bukan dengan cara kita sendiri. Tidak peduli seberapa besar dedikasi kita, jika kita dengan kemampuan kita sendiri di jalan menuju sukses, maka jalan yang kita tempuh adalah jalan yang salah.