Seekor Domba yang Tepat


"Kemudian Yosia merayakan paskah bagi TUHAN di Yerusalem. Domba Paskah disembelih pada tanggal empat belas bulan yang pertama" (2 Tawarikh 35:1).

Empat hari diberikan kepada keluarga Ibrani, untuk memilih domba Paskah dan menyembelihnya, itu adalah periode pemeriksaan intens terhadap kondisi fisik hewan. Ini adalah waktu yang cukup untuk mengungkapkan penyakit yang mungkin telah diinkubasi dalam daging hewan atau sakit atau cacat yang mungkin tidak terlihat pada saat pemeriksaan awal.

Periode pengawasan yang rinci dari seekor domba memberi kesan mengenai pengawasan intens Tuhan kita, yang dilambangkan korban tersebut, yang dialami selama pelayanan-Nya di bumi. Setan memahami konsekuensi dari hidup Kristus tanpa dosa dan mati sebagai korban yang sempurna, sehingga ia memanfaatkan semua perlengkapannya yang jahat untuk membuat Yesus melanggar Setan mengirim rekan rekannya untuk menggoda-Nya, pengacara untuk menjebak-Nya, wanita untuk menggoda-Nya, Sanhedrin untuk menguji-Nya, pengacara untuk mencobai-Nya, penguasa untuk mengancam-Nya, massa untuk mengejek-Nya, tentara untuk meneror-Nya, dan Setan untuk merobek daging-Nya Sebelum mereka memancang salib dengan keras ke tanah yang berbatu, dengan kasar mereka memfitnah karakter-Nya dan dengan sangat salah paham menginterpretasikan misi-Nya.

Tetapi "ketika la dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki" (1 Ptr 2:23) Dia" telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibr. 4:15). "Sekalipun ia tidak berbual kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya” (Yes. 53:9). Kesaksian yang meyakinkan dari Petrus adalah: "Ia tidak berbuat dosa” (1 Ptr. 2:22); Dia adalah korban yang tak bercacat bagi kita.

Dan Bapa "akan melihat terang dan menjadi puas" (Yes. 53:11). Dengan kemenangan -Nya atas kejahatan, Dia mematahkan skema si penggoda. Dia menghalau semua kebohongan si penggoda dan menyediakan bagi kita suatu contoh dan tujuan dalam hidup kita sehari-hari. Konsekuensinya: Oleh, darah-Nya Dia mengampuni dosa kita dan membuat ketaatan-Nya yang sempurna menjadi karunia yang melingkupi keselamatan kita.

Kita tidak akan pernah membuktikan diri kita layak. Kodrat kita terlalu keji, keadaan kerohanian kita terlalu lemah. Namun, kita harus mencoba—dengan serius, sepenuh hati—untuk melakukannya, menyadari bahwa keselamatan kita diperoleh, tidak dengan mencapai suatu tujuan, tetapi dengan menjadi penerima karunia ketaatan-Nya yang sempurna.

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan