PENCOBAAN KE:2 
SENSASIONALISME ATAU KETAATAN

"Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: 'Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.’ Yesus berkata kepadanya: 'Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!'" (Matius 4:5-7).

Iblis dapat mengutip Alkitab dan terdengar mengesankan. Jangan pernah melupakan kenyataan yang krusial itu. Andaikan pencobaan Yesus yang pertama terjadi pada titik kelemahan-Nya yang terbesar (lapar), sasaran yang kedua adalah terhadap kekuatan-Nya yang terbesar, yaitu keakraban-Nya dengan Alkitab dan janji-janji Allah.

Mengutip Mazmur 91:11, 12, Setan menyarankan agar Yesus sebaiknya melompat menuju kemasyhuran. Hal itu bisa saja tampak absurd bagi kita, tetapi itu bukan ide yang buruk. Bagaimanapun, bukankah bangsa Yahudi selalu mencari-cari sebuah "tanda" (Mat. 12:38; 1 Kor. 1:22) dengan mana mengidentifikasikan Mesias apabila Dia tiba? Inilah ide yang sempurna. Satu lompatan dari puncak Bait Allah, yang menjulang tinggi lebih dari 120 meter di atas Lembah Hinnon, akan benar-benar mengesankan. Maleakhi telah menubuatkan bahwa "dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya" (Mal. 3:1), dan para rabi tertentu telah meramalkan bahwa "apabila raja Mesias tampil, dia akan berdiri di atas atap Bait Allah.”

Bagi bangsa Yahudi, tidak ada yang lebih menggenapkan daripada nubuatan Alkitab. Rakyat akan mudah berbaris di belakang Mesias seperti itu. Mereka menginginkan seorang Mesias yang spektakuler. Bagi Yesus, itu merupakan cara yang lebih mudah memperoleh pengikut dibanding penyaliban. Dan hasilnya akan terlihat dengan segera.

Tetapi Dia sekali lagi menjawab Setan dengan ayat-ayat Alkitab. Kali ini Dia menyandingkan ayat Kitab Suci dengan ayat Kitab Suci ("Ada pula tertulis"), yang paling cocok dalam situasi tersebut, karena Setan telah salah menggunakan perikop Mazmur 91 itu.

Di dalam jawaban-Nya, Yesus mengajarkan kita bahwa sekadar kutipan-kutipan yang diilhami tidaklah cukup. Kutipan-kutipan itu harus diinterpretasi secara tepat untuk memperoleh artinya di dalam konteksnya yang spesifik dan di dalam keseluruhan kerangka karakter Allah. Untuk mengobral kutipan-kutipan di luar konteks bisa saja dapat atau tidak dapat membuat seseorang menjadi fanatik, tetapi praktik seperti itu secara jelas tidak dapat mengubah perorangan-perorangan menjadi pengikut Yesus.

Pada pencobaan yang kedua, kita mendapat pelajaran penting bagi kehidupan kita. Iblis memiliki seribu cara menyesatkan kita, bahkan dengan menggunakan Alkitab. Dengan mengingat hal itu, betapa pentingnya kita menjadi para siswa Alkitab yang setia membaca Firman Allah agar kita dilindungi dari Setan yang mengejar kita “seperti singa yang mengaum-aum" (1 Ptr. 5:8).

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan