MENJADI GARAM BUKAN OTOMATIS
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang" (Matius 5:13).
Seorang penebang kayu dari Eropa tengah menemukan sepotong kayu di mulut karung gandum. Cukup luar biasa karena kayu tersebut sama warnanya dengan bulir gandum, sehingga dia memutuskan untuk membuat gandum imitasi yang terbuat dari kayu itu.
Setelah membuatnya sebanyak segenggam, dia mencampurnya dengan gandum asli dan mengundang teman-temannya untuk memisahkannya. Namun dia membuat gandum imitasi itu sangat bagus, sehingga tidak ada yang dapat membedakan yang asli daripada yang imitasi. Malahan, dia sendiri tidak dapat membedakannya. Akhirnya satu-satunya cara untuk membedakan yang asli daripada yang palsu adalah dengan merendamnya dalam air. Setelah beberapa hari, gandum yang asli mulai berkecambah, sementara yang imitasi tetap seperti itu: Yaitu kayu yang mati.
Demikian pula orang yang mengaku umat Tuhan. Bagi mata manusia, selalu mustahil membedakan umat yang sejati daripada mereka yang hanya sekadar anggota jemaat. Mungkin mereka semua adalah anggota dari jemaat yang sama, tapi hubungan iman dengan Kristus akan menunjukkan hubungan tersebut sepanjang waktu oleh pertumbuhan rohani mereka. Perbedaan antara mereka yang hanya kelihatan sebagai anak-anak rohani, dan mereka yang asli, adalah sangat penting.
Seorang Kristen dituntut menjadi garam bagi dunianya, dan menjadi garam bukan otomatis karena sudah mendapat predikat orang Kristen. Semua orang dalam jemaat dapat dipanggil sebagai orang Kristus, dan itulah yang terjadi dalam kehidupan beragama sehari-hari, bukan? Namun ketika Yesus meminta mereka yang mengaku sebagai pengikut-Nya agar memberikan pengaruh rasa asin yang meresap dan mengawetkan rohani, segera terjadi pemisahan karakteristis agung. Karakter seorang Kristen sejati akan secara alami menjadi garam yang memberikan pengaruh yang diam-diam dalam kehidupannya bagi sesamanya, berkecambah dan hidup semakin menuju kedewasaan rohani yang menghasilkan buah pada akhirnya.
Sebaliknya, orang Kristen yang merasa otomatis sebagai orang Kristen karena dipanggil dan dianggap orang Kristen oleh sesamanya, sekadar mendapat predikat spiritual namun mati rohaninya, maka tidak layak sebagai garam dalam misi-Nya bagi dunia ini. Menjadi garam bukan otomatis, dan seorang Kristen bukan juga otomatis.
Jadi, demikian juga tidak semua anggota jemaat adalah orang Kristen. Tetapi mereka yang benar-benar memilih untuk memiliki hubungan yang hidup dengan Allah akan menunjukkan rasa asin mengawetkan karakter.
Bapa yang sanggup memeriksa hati yang paling dalam, tolonglah saya menjadi seorang Kristen sejati, bukan sekadar seorang Kristen yang otomatis semata.
0 komentar :
Post a Comment