PENCOBAAN 1:
KEHENDAK ALLAH ATAU KEHENDAK SAYA

"Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: 'jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.' Tetapi Yesus menjawab: 'Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah'" (Matius 4:2-4).

Saya belum pernah dicoba agar mengubah batu karang menjadi roti. Bahkan sekali pun tidak selama hidup saya. Sesungguhnya, itu sama sekali bukan pencobaan bagi saya karena kenyataan sederhana bahwa saya tidak bisa melakukannya. Saya bisa menghabiskan tiga tahun mendatang dalam kebun batu di pelataran parkir di belakang gereja memerintahkan batu-batu itu supaya menjadi roti dan tidak pernah menghasilkan satu bantal roti pun untuk menunjukkan saya mampu.

Tetapi Yesus bisa. Sebagai pelaku penciptaan (Yoh. 1:3), Dia mampu membuat roti dari batu atau dari yang tidak ada. Tetapi, untuk berbuat begitu, Dia harus "mengisi kembali kekosongan" diri-Nya dan menggunakan kembali kuasa Ilahi-Nya. Pencobaan untuk mengubah batu menjadi roti adalah pencobaan Mesianik, ditujukan kepada satu sosok yang bukan saja punya kuasa untuk melaksanakannya tetapi yang tahu bahwa Dia memiliki kuasa dan kemampuan tersebut.

Walau Yesus sudah pasti lapar, dan sementara saran untuk membuat roti dari batu tentu atraktif sekali, kita sama sekali tidak melihat inti pencobaan pertama dan menganggapnya sekadar pencobaan untuk memuaskan rasa lapar-Nya. Pada intinya, itulah suatu upaya untuk membuat Yesus menggunakan kuasa Ilahi-Nya untuk memuaskan keperluan-keperluan-Nya sendiri, suatu pelaksanaan tindakan yang fatal bagi rencana penebusan di mana Dia harus bergantung kepada Allah seperti manusia-manusia lain.

Bahkan lebih pokok adalah apa yang dimaksudkan secara tidak langsung untuk menghindari salib yang maha penting itu. Dengan menciptakan roti dari batu, Yesus bisa dengan segera mendirikan sebuah kerajaan ekonomis dan politis, dan bangsa Yahudi dengan senang hati mengikutinya.

Itu sudah jelas pada Yohanes 6, ketika Yesus memberi makan 5.000 jiwa itu. Dalam mukjizat itu orang Yahudi melihat nabi yang sudah dinubuatkan yang akan menjadi seperti Musa (UI. 18:18). Bagaimanapun, bukankah Yesus sudah memperlihatkan sesuatu yang sama dengan mukjizat? Rakyat menjadi begitu bersemangat dan menggelora sehingga mereka memutuskan untuk “membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja” (Yoh. 6:14,15). Bahkan para murid menjadi terbabit dalam gerakan itu untuk menjadikan Yesus semacam Mesias politis pada waktu itu (Mat. 14:22).

Tetapi Yesus menolak inisiatif itu. Ia tahu bahwa jalan kayu salib akan jauh lebih sulit untuk mendirikan kerajaan-Nya daripada memberi makan kepada rakyat miskin di negeri yang lapar. Begitu pula, Dia menyadari bahwa cara kayu salib adalah jalan satu-satunya untuk memecahkan masalah dosa.

Tuhan, hari ini sementara saya menyusuri jalan kehidupan, bantulah saya untuk mencari kehendak-Mu dan bukan jalan pintas.

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan