DUA JENIS RASA KEGELAPAN

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: Allah-Ku,Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 45, 46).

Sang waktu bergerak dengan perlahan di atas kayu salib. Markus memberitahu kita bahwa orang-orang Romawi itu memaku Yesus di kayu salib pada jam ketiga di hari itu atau kira-kira pukul 09:00 pagi. Dia meninggal pada jam kesembilan atau kurang lebih pukul 3:00 siang. Enam jam yang pendek bagi mereka yang menikmati kehidupan, tetapi enam jam yang seakan tidak akan berakhir bagi seseorang yang tergantung di kayu salib. Jika Anda kesulitan membayangkan bagaimana keadaan tersebut, cobalah membayangkan operasi selama enam jam sekaligus pada beberapa bagian peka tubuh Anda tanpa penawar rasa sakit. Tetapi meskipun begitu, Anda tidak dapat menangkap rasa sakit penyaliban. Penyaliban membuat seorang laki-laki yang kuat sekalipun menangis minta mati. Apa saja, supaya dapat mengusir rasa sakit yang tiada henti.

Bagi Yesus, maut datang dengan cepat. Hanya enam jam. Banyak yang tergantung di kayu salib selama berhari-hari sebelum maut merenggutnya. Alkitab memberitahu kita, pada setengah jalan dari enam jam itu, maka “kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.”

Itu bukan gerhana. Penulis Injil tidak menyatakan apa yang menyebabkan kegelapan itu. Mereka sekadar mencatat kenyataan bahwa selama tiga jam yang panjang, kegelapan itu meliputi Yerusalem.

Bahwa tiga Injil mencatat kegelapan itu mengindikasikan keadaan tersebut meninggalkan kesan mendalam kepada mereka yang mengalaminya. Kita hanya dapat membayangkan kesunyian yang tentu meliputi orang banyak yang mengolok-olok. Kegelapan di siang hari bolong yang melingkupi mereka telah cukup membuat ketakutan luar biasa. Ada sesuatu yang terjadi sementara Yesus tergantung di kayu salib, tetapi mereka tidak tahu apa itu.

Tetapi kegelapan itu bukan saja di alam. Kegelapan itu memenuhi jiwa Kristus. Karena pada pukul tiga Dia berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mrk. 15:34).

Kegelapan meliputi Yesus, bahkan lebih mengherankan daripada yang menutupi negeri itu. Kehidupan-Nya tidaklah mudah. Sesungguhnya, Dia harus menghadapi kebencian dan penolakan pada segala sisi pelayanan-Nya. Namun Dia tetap penuh sukacita dan bertabiat positif.

Sumber sukacita adalah keyakinan yang mendalam bahwa Yesus tidak pernah sendirian. “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” “Aku ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Aku.” “Aku tidak sendiri, Bapa ada bersama-Ku.” Tak peduli bagaimana keadaan lahir-Nya, Yesus mengetahui bahwa senyum Bapa ada pada-Nya.

Tetapi sekarang? Kegelapan.

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan