BUDAK SIAPAKAH KITA?
"Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Matius 6:24).
Tak diragukan lagi bahwa ayat itu lebih kuat di dunia zaman dulu daripada di dunia zaman kita. Kata kerja yang diterjemahkan “mengabdi” diambil dari kata doulos, kata untuk “hamba.” Kata Yunani di balik “tuan” adalah kurios, yang menunjukkan kepemilikan mutlak dan hampir selalu diterjemahkan sebagai “tuan” dalam Perjanjian Baru. Ide Matius 6:24 menekankan tidak ada yang bisa diperhamba dua pemilik atau tuan pada saat bersamaan.
Untuk lebih mengerti pernyataan ini, kita perlu sadari bahwa dunia zaman dulu tidak menganggap budak sebagai manusia tetapi sebagai alat yang hidup. Para hamba tak memiliki hak pribadi. Mereka sama sekali di bawah kendali majikan-majikan mereka, yang dapat melakukan kepada mereka apa yang tuan-tuan itu inginkan. Para majikan dapat menjual hamba-hamba, memukul mereka, mengusir mereka, atau bahkan membunuh mereka.
Hal kedua untuk diperhatikan adalah bahwa di dunia zaman dulu para hamba tidak punya waktu mereka sendiri. Seluruh waktu mereka dimiliki majikan mereka. Dalam budaya modern, setiap pekerja punya waktu istirahat demi keperluan pribadi mereka. Selama waktu itu, mereka dapat melakukan kesukaan dan hobi mereka atau bahkan bekerja di tempat lain. Tetapi tidak demikian di dunia perhambaan purba. Waktu seorang hamba adalah milik majikan sepenuhnya.
Yesus mengatakan bahwa umat Kristen harus membuat Allah menjadi majikan yang tak perlu dipersoalkan lagi bagi kehidupan mereka. Paulus mengemukakan yang sama di dalam Roma 6:16, ketika dia mengatakan bahwa kita adalah hamba dosa atau kebenaran, Setan atau Kristus.
Dengan demikian, umat Kristen yang menjadi hamba Yesus, selalu mempertimbangkan kehendak Allah dalam segala hal yang mereka lakukan. Tiap hari mereka bertanya kepada diri sendiri, “Apakah yang Allah kehendaki aku lakukan?” Tiap detik, mereka hidup bagi Dia. Allah tidak punya orang-orang yang taat setengah waktu kepada-Nya, yang sebagian besar mengabdi kepada-Nya tetapi juga bekerja sampingan untuk majikan lain pada saat mereka istirahat atau cuti.
Ketika Yesus mengatakan bahwa tidak ada orang yang bisa mengabdi kepada dua tuan, maka itulah yang Dia maksudkan.
Walau begitu, beberapa dari kita mencoba juga, walau berbuat demikian mustahil. Tetapi di dalam usaha itu, entah kita menyadarinya atau tidak, kita sesungguhnya sudah memilih Setan. “Dia yang tidak sepenuhnya memberikan dirinya kepada Allah berada di bawah kendali suatu kuasa yang lain, mendengarkan suara lain... pengabdian setengah-setengah menempatkan manusia pada sisi musuh sebagai sekutu yang berhasil dari kuasa kegelapan" (Thoughts from the Mount ofBlessing, hlm. 94).
0 komentar :
Post a Comment