Murka Anak Domba
“Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?” (Wahyu 6:16,17).
Siapakah pernah mendengar tentang Anak Domba yang murka? Anak Domba dan murka adalah dua hal yang tidak bisa dipadukan. Tetapi demikianlah gambaran dalam Wahyu mengenai Yesus sebagai Anak Domba Allah maupun Singa suku Yehuda. Barangkali kita harus melihat kembali apa yang dituliskan Yohanes.
Bagi kebanyakan orang, kata “murka” tidak menyenangkan. Dan banyak teolog bekerja keras untuk menghapus semua murka Ilahi dari ajaran-ajaran mereka. Tetapi apa yang tidak populer dengan mereka justru populer dengan Allah. Jumlah acuan Alkitab mengenai murka Allah melebihi 580. Para penulis sudah mempergunakan bergalon-galon tinta untuk menerangkan lenyapnya murka Allah, tetapi dalam analisis terakhir Anak Domba Allah dan Singa suku Yehuda akan bertindak mengakhiri masalah dosa.
Tetapi marilah, kita jangan sampai salah jalan di sini. Murka Allah bukan kemarahan emosional yang sama dengan amarah manusia. Sebaliknya, itulah sebuah fungsi kasih-Nya. Allah membenci dosa yang berlanjut menghancurkan kehidupan dan kebahagiaan makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Dia capek melihat bayi-bayi yang mati, kanker, dan kebutaan, perkosaan, pembunuhan, dan pencurian; pembasmian besar-besaran, Rwanda, dan Irak.
Dalam pilihan waktu-Nya, Allah tanggap terhadap jiwa-jiwa di bawah mezbah yang Yohanes gambarkan sebagai berseru, “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar” sebelum Engkau mengakhiri kekacauan ini yang kami sebut sejarah dunia (Why. 6:10)? Sebagaimana dinyatakan W. L. Walker: “Murka Allah hanya dikeluarkan karena Allah adalah kasih, dan karena dosa itu yang melukai anak-anak-Nya dan bertentangan dengan tujuan kasih-Nya.” Dan Alan Richardson mengemukakan bahwa “hanya sejenis teologi Protestan yang sudah merosot menjadi buruk telah mencoba membedakan murka Allah dengan belas kasihan Kristus.”
Allah, sebagaimana Alkitab menggambarkan-Nya, tidak bisa dan tidak selamanya berdiri diam menyaksikan sementara ciptaan-Nya menderita. Reaksi-Nya adalah pengadilan atas dosa itu yang menghancurkan umat-Nya. Kita seharusnya melihat pengadilan dalam arti sesungguhnya murka Alkitabiah. Allah mempersalahkan dosa dalam pengadilan dan nanti akan menghapusnya sama sekali. Langkah pertama terjadi pada kedatangan kedua Yesus. Yang kedua akan terjadi pada akhir milineum menurut Wahyu 20:11-15.
Kenyataan yang jelas adalah jika kita hanya memiliki Anak Domba Allah yang mati untuk kita, kita hanya punya setengah Injil. Anak Domba sudah disembelih, tetapi penderitaan anak-anak Allah masih tetap berlanjut. Fase puncak pekerjaan Anak Domba adalah fungsi-Nya sebagai Singa suku Yehuda di akhir zaman.