Kehidupan di Tempat Tinggi
"Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN!" (Mazmur 150:6).
Mengejutkan saya, baru baru ini saya menemukan 16 kota, kecamatan, dan desa yang terletak pada ketinggian di atas 10.000 kaki. Dua kota di daftar terletak pada 16.730 kaki. La Rinconada di Peru memiliki 30.000 orang penduduk sementara mencari tambahan hidup dengan menambang emas di pegunungan tinggi. Desa lain di Tibet disebut Wenzhuan terletak pada ketinggian yang sama. Biasanya penyakit ketinggian ada pada orang yang menggunakan waktunya di atas 8.000 kaki, jadi bagaimana mereka secara rutin hidup di atas ketinggian itu?
Setidaknya selama enam tahun saya tinggal di Addis Ababa, Etiopia, sebuah kota yang posisinya hanya di bawah angka 8.000 kaki, jadi saya tahu efek hidup pada ketinggian. Untuk beberapa minggu pertama setelah tiba, saya bernapas dengan sedikit tenaga. Karena tingkat oksigen yang lebih rendah, tubuh merespons seiring dengan meningkatnya isi hemoglobin dalam setiap sel darah merah dan dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah per satuan volume darah. Setelah diaklimatisasi, saya teringat untuk menikmati liburan di pantai, di mana tampaknya saya bisa berjalan selama mungkin tanpa menjadi pusing.
Meskipun kita tidak sepenuhnya memahami semua faktor fisiologis yang berkontribusi terhadap penyakit ketinggian, sebuah studi genetika baru- baru ini membantu menjelaskan kemampuan beberapa orang untuk hidup cukup baik pada ketinggian. Satu gen manusia dijuluki kode gen protein EPASl yang membantu mengatur bagaimana tubuh berespons karena rendahnya tingkat oksigen darah. Penelitian menunjukkan bahwa 87 persen warga Tibet tinggal pada ketinggian, sangat memiliki mutasi gen EPAS1 yang tampaknya memberi mereka keuntungan selektif yang kuat dalam kimia darah mereka. Tampaknya darah mereka jauh lebih baik dalam membawa oksigen. Sebaliknya, hanya 9 persen suku Han China yang tinggal di Beijing (rata-rata ketinggian 150 kaki) memiliki mutasi yang sama. Dari catatan sejarah dan arkeologi, tampak bahwa orang-orang telah tinggal di Dataran Tinggi Tibet lebih dari 3.000 tahun. Menurut data genetik, populasi Tibet mengembangkan sifat luar biasa ini kira kira 2.750 tahun yang lalu. Berbeda dengan Eropa Utara, yang menggunakan bertahun tahun untuk memperoleh intoleransi laktosa, maka data Tibet sebagai contoh perkembangan adaptif paling cepat dalam populasi manusia yang dikenal sampai saat ini.
Selama bertahun-tahun saya telah melihat banyak penelitian mengungkapkan kejutan luar biasa tentang bagaimana perubahan' genetik kecil terjadi jauh lebih cepat sebelumnya daripada yang dipercayai. Makin saya mempelajari plastisitas dan adaptasi populasi yang luar biasa, semakin kreatif dan penuh hikmat Allah dalam pemandangan saya.
Tuhan, setiap kali saya belajar hal baru tentang tubuh kami, saya memuji Engkau.
0 komentar :
Post a Comment