Semuanya Sia-sia

"Kesia-siaan belaka... kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia” (Pengkhotbah 1:2).

Kitab Pengkhotbah pada awalnya tidak termasuk kanon Alkitab. Di akhir tahun 90. para rabi terus berdebat apakah kitab ini “tercemar” atau tidak, dalam arti apakah ia terinspirasi Roh atau tidak. Kelompok Shammai berpendapat bahwa ia tidak terinspirasi Roh. sementara kelompok Hillel berpendapat bahwa ia terinspirasi Roh. Dan kesepakatan para rabi dalam pertemuan di Jamnia menyatakan bahwa kitab tersebut dianggap kanonik.

Menyandingkan Pengkhotbah dengan Amsal tidak membantu statusnya dalam hal inspirasi. Di satu sisi, kumpulan Amsal yang menyokong ajaran kebijaksanaan kuno bahwa takut akan Allah merupakan dasar dari kebijaksanaan sejati dan bahwa di dalam kejahatan tertanam benih kehancuran diri sendiri. Di lain pihak, kitab Pengkhotbah mengajarkan posisi yang lebih liberal bahwa nasib yang sama menanti orang baik dan orang fasik, sehingga “segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 1:2).

Gagasan bahwa ajaran dua kitab ini bertentangan terus berlanjut di kalangan pelajar Alkitab. Beberapa malah membesar-besarkan ketidaksesuaian tersebut, namun hal itu tidak merusak kesatuan pandangan mereka bahwa kedua penulis kitab tersebut tidak memiliki sudut pandang yang sama. Beberapa pelajar Alkitab mencoba berpendapat bahwa penulis kitab Pengkhotbah menulis secara main-main, tapi nampaknya pendapat itu hanya mencerminkan keputusasaan mereka. Di samping itu hampir tidak mungkin untuk mengetahui maksud tersembunyi dalam suatu tulisan kecuali diterangkan oleh penulisnya. Tetapi kita tidak menemukan satu pun isyarat untuk itu di dalam kitab Pengkhotbah! Barangkali si penulis sedang tertekan jiwanya, dan kita tidak perlu berasumsi bahwa karunia inspirasi Ilahi dapat menghilangkan kepribadian atau watak penulis. Konsep inspirasi merujuk pada mukjizat kuasa Ilahi, bukan mukjizat perubahan kepribadian genetik atau neurokimia seseorang.

Perbedaan antara kitab Amsal dan Pengkhotbah bukan belum pernah ada di tempat lain di dalam Alkitab. Kita menjumpai pernyataan di dalam kitab Ulangan bahwa Allah menghukum keturunan dari seorang pendosa yang bertentangan dengan Yehezkiel yang menyatakan bahwa hanya orang berdosalah, bukan keturunannya, yang akan mati karena kejahatannya.

Bacaan kita hari ini mengetengahkan dasar pemikiran utama kitab Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka... kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia! (ay: 2). Kitab ini bukan hanya dibuka dengan kata-kata itu. tapi juga diakhiri dengan cara yang sama: "Kesia-siaan atas kesia-siaan.... segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 12:8). Terkadang kita memerlukan pesimisme canggih dalam dosis yang besar sebagai penawar bagi optimisme naif—bahkan dalam teologi.

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan