Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat—malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan’” (1 Timotius 3:16).
Saya pernah melihat sebuah lukisan Julius Gari Melchers berjudul The Nativity. Barangkali begitulah cara seniman melukis wajah merenung dari ayah-yang-bukan-suami saat ia berjongkok dan termenung memandang Bayi baru lahir yang tidur di kakinya di dalam kotak jerami sederhana itu. Atau mungkin "Keletihan" yang diucapkan sang ibu muda yang baru melahirkan, yang kelelahan, kini tergeletak di lantai dingin itu, bahunya yang letih jatuh bersandar pada dinding kandang, matanya yang lelah terbuka setengah, wajahnya yang letih tanpa ekspresi dan tertopang di sisi tunangannya.
Ini membuat Anda bertanya-tanya: Apakah yang sedang direnungkan sang suami? Apakah yang dipikirkan sang ibu muda itu? Di tengah udara dingin apakah mereka bertanya-tanya kalau “bayi miskin" ini adalah bayi suci?” Perkataan kuno dari ayat Natal kita hari ini sama—sama provokatifnya dengan bahasa Inggrisnya—mega musterion—sungguh "mega misteri.” Bagaimanakah lagi kita akan menggambarkan penjelmaan Yang Kekal ini ke dalam negeri bayangan yang kita makhluk fana sebut rumah? G. K. Chesterton benar “Kita berjalan kebingungan dalam terang, karena sesuatu terlalu besar untuk dilihat, dan sesuatu yang terlalu sederhana untuk dikatakan." Tetapi pada akhirnya misteri besar yang diberikan Natal kepada kita untuk direnungkan tidak semata-mata Allah dapat melakukannya, melainkan Allah akan melakukannya.
"Pekerjaan penebusan disebut satu misteri, dan memang itu adalah misteri yang dengannya kebenaran kekal dibawa kepada semua orang yang percaya .... ‘Mistus, dengan harga kekal, dengan proses menyakitkan, misterius bagi para malaikat juga kepada manusia, yakni umat manusia. Setelah menyembunyikan Keilahian-Nya, mengesampingkan Kemuliaan—Nya, Ia lahir sebagai seorang bayi ditBetlehem" (The SDA Bible Commentary, Ellen G. White Comments, jld. 7, hlm. 915).
Waktu itu satu hari sebelum Natal. Setelah sibuk membungkus hadiah, anak laki-laki bertanya apakah ia mau menyemir sepatu ibunya. Dalam waktu singkat anak laki—laki berusia 7 tahun ini dengan senyum menyerahkan sepatu yang sudah mengilat untuk diperiksa sang ibunda. Sang ibu begitu senang, sehingga memberikan dia setalen uang. Pada pagi Natal ia merasakan ganjalan aneh pada salah satu sepatu. Setelah melepaskannya, ia menggoyang sepatu dan keluarnya setalen uang yang dibungkus selembar kertas. Di atas kertas tulisan si anak berbunyi: “Aku melakukannya untuk Kasih."