ARTI PEMURIDAN (bagian3)
‘‘Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:25,26).
Kita sudah menghabiskan waktu cukup banyak untuk mempelajari Matius 16:13-26. Selama 10 hari kita merenungkan ayat-ayat ini. Dan beralasan sekali. Menyediakan satu titik untuk perputaran peristiwa dalam kisah Injil. Sampai titik tersebut kita memusatkan perhatian mengenai siapa Yesus itu. Setelah itu penekanannya bergeser kepada apa saja yang dimaksudkan tentang Keallahan.
Dan pusat dari arti itu adalah dua salib-milik Kristus dan milik kita. Ajaran mengenai kedua salib itu mencakup inti dari arti ajaran Kristen, mengenai Kemesiasan dan pemuridan.
Untuk lebih mengerti ajaran Yesus yang berhubungan dengan salib saya, saya harus mengingat bahwa dosa, dalam pengertian paling mendasar, adalah meletakkan diri dan kehendak saya, dan bukan Allah dan kehendak-Nya- ; di pusat kehidupan saya. Dosa adalah pemberontakkan terhadap Dia dalam arti bahwa saya memilih menjadi penguasa kehidupan saya sendiri-dengan berkata “Tidak” kepada Allah dan “Ya” kepada diri sendiri.
Prinsip kehidupan yang berpusat pada diri sendiri ini adalah merupakan hal yang alami bagi semua manusia yang seharusnya mati. Maka Dietrich : Bonhoffer berbicara dalam hati mengenai apa artinya menjadi umat Kristen ketika dia menulis bahwa “ketika Kristus memanggil seseorang, dia memohonnya datang dan mati.”
Yesus menunjuk kepada masalah inti manusia ketika Dia menyatakan bahwa “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan” (Mat. 6:24). Dasar dari ini adalah: Siapa yang akan saya tempatkan di atas takhta kehidupan saya? Diri saya sendiri atau Allah? Saya tidak dapat mengabdi kepada keduanya pada saat bersamaan. Apabila saya berhadapan dengan tuntutan Kristus, saya harus menyalibkan Dia atau membiarkan dia menyalibkan diri saya. Tidak ada jalan tengah.
Dalam konteks tersebut maka kehilangan nyawa atau memerolehnya, dan memeroleh seluruh dunia atau kehilangan seluruh dunia, memunyai arti tersendiri. Apakan yang saya perlu tanyakan kepada diri saya sendiri tentang berapa harga saya? Di bidang apakah dan di tahap apakah saya bersedia menjual jiwa-raga saya dan menukarnya dengan harta dunia? Apakah karena popularitas, uang, prestise, “cinta,” “kesenangan,” atau sesuatu yang lain? Pada akhirnya ialah bahwa semua itu tidak membuat sesuatu perbedaan, karena saya masih tersangkut pada pilihan yang tidak mau beranjak pergi. Keputusannya selalu adalah antara memilih sesuatu atau Yesus.
0 komentar :
Post a Comment