ARTI PEMURIDAN (bagian 2)
“Jika ada orang ingin mengikuti-Ku, dia harus menyangkali semua hak dirinya memikul salibnya dan mengikuti aku” (Markus 8:34, versi Phillips).
Kata kedua yang sulit dalam penggambaran Yesus mengenai pemuridan adalah “salib.” Berita buruk bagi Petrus dan para murid lainnya (termasuk kita) adalah bahwa salib Yesus bukan satu-satunya. Dia meneruskan dengan mengatakan bahwa tiap pengikutnya-pria maupun wanita-akan mempunyai salibnya sendiri.
Supaya dapat sepenuhnya mengerti pernyataan bahwa tiap orang harus memikul salib, kita perlu menempatkan diri kita di tempat para murid mula-mula itu. Gambaran tentang salib atau disalib tidak menggetarkan daya khayal abad kedua puluh satu kita. Bagi kita, “penyaliban” adalah sebuah kata yang telah kehilangan arti. Tetapi bukan begitu keadaannya dengan para murid. Mereka tahu bahwa memikul salib adalah melangkah sekali jalan menuju suatu tempat yaitu kematian.
Dengan pengertian tersebut maka kata “menyangkal” dan kata “salib” saling menyilang. Salib, seperti konsep penyangkalan atas diri sendiri, telah diremehkan oleh komunitas Kristen. Bagi beberapa orang, memikul salib adalah memakainya sebagai hiasan di leher. Bagi orang lain itu berarti bertahan dan bersabar dengan ketidaknyamanan atau hambatan dalam kehidupan, seperti suami yang menggerutu terus-menerus atau istri yang ceroboh, atau bahkan menyandang cacat fisik.
Di dalam pikiran Yesus tidak terdapat karikatur pemikul salib seperti itu. Dia berbicara tentang salib sebagai suatu alat kematian-bukan fisik bagi sebagian besar pendengar-Nya, tetapi mengenai penyaliban diri, menyangkal inti dari kehidupan kita dan kesetiaan utama kita kepada diri sendiri. Ellen White mengemukakan bahwa “peperangan melawan diri sendiri adalah pertempuran paling besar yang pernah digelar” (Steps to Christ, hlm. 43). Dan James Denney menekankan bahwa “walau dosa kemungkinan secara alami lahir tetapi matinya tidak alami; dalam tiap kasus dosa harus divonis secara moral dan dibunuh.” Menjatuhkan vonis itu adalah perbuatan kemauan di bawah dorongan hati oleh Roh Kudus. Yesus dan Paulus berulang kali mengacu kepada hal tersebut sebagai suatu penyaliban.
Paulus sangat jelas mengenai topik tersebut dalam Roma 6, di mana dia menggambarkan menjadi seorang Kristen adalah suatu penyaliban “manusia lama” (ayat 6) dan suatu kebangkitan kepada cara hidup baru dengan pusat yang baru-Yesus dan kehendak-Nya. Kematian itu yang mutlak di dalam perintah-Nya untuk menyangkal diri sendiri dan memikul salib diri sendiri. Paulus menekankan bahwa pembaptisan selam adalah lambang yang sempurna dari kematian rohaniah dan kebangkitan ke sebuah hidup baru yang berpusat pada Allah (ayat 1-11).
0 komentar :
Post a Comment