PERTANYAAN KESUKAAN PARA MURID
“Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: ‘Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?’ Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga’” (Matius 18:1-4).
Dengan ayat-ayat ini kita sudah sampai di pertanyaan kesukaan para murid. Mereka rupanya terobsesi dengan pertanyaan itu. Markus 9:33,34 memberitahu bahwa mereka “berdebat” mengenai siapa yang terbesar.
Barangkali yang menyebabkan masalah itu adalah pemberkatan Yesus atas Petrus setelah dia menjawab bahwa Yesus adalah Allah. Hampir tidak mungkin untuk tidak percaya bahwa Petrus membanggakan diri karena senang sekali atas pujian itu. Kemudian ada pemilihan ketiga murid untuk bersama Yesus pergi ke Gunung Kemuliaan.
Tetapi pada tahap yang lebih mendalam masalah besar itu menetap di kedalaman hati manusia yang penuh dengan dosa. Keinginan untuk kepentingan diri sendiri untuk memenuhi dua kebutuhan penenuhan terbesar akan keduniawian dan dosa-dosa terbesarnya. Hasrat untuk menonjol, menjadi superior, supaya orang-orang memandang dan mengagumi “aku” adalah bagian dari pemberontakan besar dari umat manusia terhadap Allah. Itu juga merupakan akar dari dosa Lusifer di surga. Dalam hatinya dia berkata, “aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah.... Aku... menyamai Yang Mahatinggi” (Yes. 14:13, 14). Hasrat untuk menjadi yang terbesar, bahkan menjadi allah kehidupan kita sendiri, membentuk pondasi dosa. Dan, sebagaimana kita lihat sebelumnya waktu mendiskusikan Matius 16:24, solusi satu-satunya atas masalah tersebut adalah salib-yaitu, kematian diri kita sendiri dan pengalaman dilahirkan kembali dalam Kristus.
Di dalam Matius 18:2-4, Yesus memberitahu para murid-Nya bahwa yang terbesar di dalam kerajaan akan seperti anak-anak kecil. Anak-anak tidak berarti di zaman purba, dan di sini kita temukan Yesus memutarbalikkan kebijakan dunia dengan menyatakan bahwa kebesaran tidak terletak pada prestasi dan kecanggihan duniawi tetapi di dalam kerendahan hati dan keterbukaan anak-anak.
Para murid, sebagaimana kita kemungkinan harapkan, tidak menyukai pelajaran itu dan dengan serta merta melupakannya. Jujur saja, saya sendiri juga tidak menyukainya.
Dan dengan kesadaran tersebut kita kembali ke kaki salib dalam pertobatan dan kerendahan hati.
0 komentar :
Post a Comment