30 November
Iman Teguh

"Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini” (1 Tesalonika 4:18).

Tetapi, saya mendengar orang skeptis mengatakan, “berapa lama Anda percaya semua ini? Para murid berharap, gereja mula-mula berharap, gereja pada abad kegelapan berharap, para pionir berharap, orangtua Anda berharap, dan Anda berharap. Anda berharap ketika Anda masih muda, Anda berharap ketika Anda orangtua; sekarang Anda berharap untuk tahun-tahun ke depan—berapa lama Anda bisa berharap?" Berapa lama? Tanggapan orang beriman adalah, “Kami akan berharap sampai Dia datang, dan jika Dia tidak datang di generasi kami, kami akan berharap sampai kami mati.”

“Tetapi,” mereka yang skeptis bertanya, “bagaimanakah Anda dapat memberitakan apa yang Anda tidak bisa buktikan? Anda tidak bisa memberikan demonstrasi yang tidak terbantahkan dari keyakinan Anda.”

“Anda benar,” kata orang percaya. “Kami tidak bisa membuktikannya, tapi kami bisa menguatkannya.” Kita dapat melihatnya melalui alam, dalam penggenapan nubuatan, dan lebih penting lagi, dalam menyucikan pikiran kami. Kami tidak bisa membuktikannya, tapi kami telah memutuskan bahwa kami “lebih baik mati dalam harapan tidak berujung daripada hidup tanpa harapan.” “Tetapi,” yang skeptis terus melanjutkan, “ini adalah abad dua puluh satu. Tidak bisakah Anda lihat bahwa itu semua adalah tipuan, penampakan, mimpi?” “Percaya bahwa jika Anda mau,” merespons dengan iman, “tapi mimpi ini telah memberi kami pengertian sementara kami hidup dan berharap melebihi kematian. Hal ini telah memberikan kami pandangan yang pasti. Hal ini telah membuka rahasia nubuatan dan memungkinkan kami untuk melihat lebih banyak di atas lutut kami daripada filsuf dalam ketimpangan mereka—jika kami bermimpi biarlah kami melanjutkannya!”

Ini adalah pendirian kita, pernyataan iman kita. Karena penghargaan kita untuk salib Yesus Kristus dan untuk semua pemberian kehidupan dan pelajaran dan hidup disediakan dalam firman kudus-Nya, kita dapat membuat pendekatan bahkan jika kubur dibuka, kita akan mengetahui bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan kita melalui “lembah kekelaman.” Dia bersama kita. Dia juga minum dari cangkir kematian-Nya sendiri—kita, bagaimanapun, mengetahui bahwa di balik gunung yang puncaknya menggelapkan lembah, ketika semua manusia harus melaluinya, ada rumah surgawi yang dibuat oleh pengorbanan Yesus. Kita sangat mengetahui bahwa semua kasus diputuskan di pengadilan, Hakim ada di pihak kita dan bahwa di balik kehidupan yang penuh kerja keras dan air mata ini tersedia—"sesuatu yang lebih baik”—sebuah negeri yang tidak dapat dirusak, tidak terkekang, sukacita untuk selama-lamanya.

0 komentar :

Post a Comment

 
RENUNGAN GMAHK © 2016. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
close
Banner iklan